1 Ramadhan 1441 H
Setelah shalat magrib Namiera mematut dirinya di depan cermin dan berjalan lenggak lenggok bak peragawati. Dia mencoba tiga baju baru miliknya dari tetangga sebelah.
Cakep. Bisa buat lebaran katanya. Saya tersenyum mengangguk. Lalu merapikan kembali baju-baju tadi.
Walau baju bekas bagi Namiera tetaplah baju baru. Raut wajahnya tampak gembira mencoba baju-baju itu.
Ramadhan yang sunyi menurut saya. Tapi, tidak dengan Namiera. Kebahagiaan begitu terlihat di pancaran sinar wajahnya.
Menata satu per satu sajadah yang akan kami gunakan untuk tarawih berjamaah di rumah. Yah kami akan shalat tarawih berjamaah di rumah menuruti anjuran pemerintah.
Kipas angin doraemon pun sudah disiapkan di samping sajadahnya. Biar tidak gerah katanya ketika ada jeda shalat tarawih nanti. Semuanya Namiera lakukan dengan suka cita.
Kegembiraannya menyambut bulan suci Ramadhan kali ini menutupi rasa sedih kami di tengah wabah yang tengah melanda negeri.
Marhaban Ya Ramadhan... Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ampunannya dan mengganti sedih dengan bahagia.
2 Ramadhan 1441 H
Assallamu’alaikum pertama, Ibu Alis datang memberikan dua nasi bungkus ke rumah kami untuk kami berbuka.
Assalamu’alaikum kedua, Ibu Alis datang kembali membawa dua buah kue dalam balutan daun pisang setelah berbuka puasa.
Assalamu’alaikum ketiga, Ibu Nur datang dengan sepiring bakwan bihunnya setelah kami merasa kenyang.
Masya Allah... Alhamdulillah Allah berikan kami rejeki lewat tetangga kami. Alhamdulillah... hati ini terus bersyukur.
Berkah Ramadhan memang nyata, bukan isapan jempol biasa. Allah terus saja memberikan rejekinya dari pintu yang tak pernah terduga.
Wabah yang menghampiri negeri kami belum pergi. Tapi, bukan berarti harus terus meratapi dan bersedih.
Sepiring tempe tepung hangat kembali datang ketika sahur tiba dari tetangga sebelah. Sesak rasanya dada ini penuh rasa syukur. Ramadhan kali ini memang berbeda.
Sebagai hamba, kami akan berusaha menjadi hamba yang sesuai kriteriaNya. Karena Allah telah memberikan kesempatan terindah dalam hidup ini.
Semangat, berusaha dan berdoa. Ramadhanku yang bahagia, semoga begitu juga dengan Ramadhan kalian.
3 Ramadhan 1441 H
Tak seindah Ramadhan biasanya. Seolah semua baik-baik saja. Diam dan mencoba ikhlas menjalani peran menjadi seorang saya.
Menjadi kuat seolah kokoh dan pilih tanding saat di medan laga. Wonder woman pun seolah tak sekuat saya.
Ingin rasanya saya tersenyum karena saya benar-benar bahagia. Senyum semu itu sangat melelahkan jiwa ini.
Saya bertahan dan mencoba menerima semua takdir yang tercipta. Semuanya tak kan berhenti. Meski tertatih dalam langkah.
Sangat melelahkan dan rasanya ingin berhenti saja. Mencoba meredam rasa yang ada. Andai saya bisa melakukan semuanya sendiri.
Menutup mata dan selalu mencoba bermimpi tentang hidup indah benar adanya.
Harusnya saya tak paksakan rasa ini seorang diri. Memahami, mengerti dan bersikap bijaksana dengan hati laksana ibu peri di cerita dongeng.
Melangitkan doa yang sama di setiap kali meminta pertolonganNya. Ya Rabb... peluklah hamba lebih erat di saat hamba terpuruk. Jadikanlah Ramadhan kali ini perjalanan terbaik hamba menuju hati yang ikhlas menjalani ujian dariMu.
4 Ramadhan 1441 H
Semua akan baik-baik saja. Terus menghibur diri. Tumpukan baju-baju yang harus disetrika dan dicuci menyelamatkan dari jiwa yang terpuruk.
Satu per satu baju-baju itu bersih setelah dicuci dan licin setelah disetrika. Harum deterjen dan pewangi baju yang akan disetrika ternyata sangat membantu merelaksasi pikiran.
Mata masih harus beradaptasi untuk sekedar melihat pemandangan di luar rumah. Air mata yang terus turun membuat kelopaknya susah dibuka setelah bangun tidur. Stay at home menyelamatkan hidup ini dari banyak pertanyaan orang.
Ramadhan keempat berusaha ikhlas dengan segalanya. Bangun dari mimpi dan bangkit serta memunguti remah-remah semangat dalam diri.
Jiwa yang terlihat kosong sedang menentukan arahnya. Arah yang tak pernah membuat semangat dalam diri ini mati.
Semoga ujian dalam diri akan bisa dilewati dengan sempurna. Tak apa jika belum sempurna. Kebaikan dan dukungan akan menyempurnakannya.
Perempuan harus kuat dan bisa menata hati yang luka. Luka akan tertutup oleh waktu. Ya semoga saja begitu. Hiburan manis.
5 Ramadhan 1441 H
Berdoa tanpa lelah dan tanpa pernah lupa dan malu meminta kepada orang-orang di sekeliling agar turut mendoakan. Dengan itu semua hati ini menjadi tenang dan lebih semangat.
Ramadhan kelima sudah bisa sedikit bernapas lega. Bisa sedikit melemparkan senyum dari pada hari kemarin. Kerumitan mulai menemukan jalannya. Seperti benang kusut yang mulai bisa diurai.
Melegakan dan suasana hati sudah mulai membaik. Beban tak lagi seberat di hari yang lalu. Ah, semoga begitu adanya sampai di hari akhir. Agar lekas bisa melepas senyum tanpa paksaan.
Lelah yang menyapa seakan sirna begitu saja. Lepas dan bebas seperti burung merpati yang telah melaksanakan tugasnya mengantar surat menggantikan pak pos.
Setitik harapan baru di hati sungguh melegakan. Langkah semakin mantap walau belum bisa dipercepat. Tetap melangitkan doa sampai ke langit ke tujuh agar impian dan doa segera menjadi nyata.
Semoga doa dan harapan kita di hari ini tak sekedar mimpi lagi di hari esok. Aamiin...
6 Ramadhan 1441 H
Beban itu masih ada. Tapi, tidak seberat kemarin. Semoga akan berkurang sedikit demi sedikit agar lebih ringan.
Tawa ini mulai tak sedingin hari yang lalu. Setidaknya hari ini lebih manis dari biasanya.
Rasanya malu harus terus merasa kurang ini dan itu. Sedangkan orang lain yang terlihat cukup kenyataannya mereka juga masih merasa kurang.
Alhamdulillah... kata itu terus meraja di dada. Dengan merasa cukup bahagia rasanya tak ingin pergi jauh dari hati ini.
Biarkan kekurangan ini dan itu menjadi bagian dari hidup. Bahkan teman dalam sehari-hari. Agar tak lupa ada di mana diri ini. Bersyukurlah atas apa yang kita raih hari ini.
Ramadhan keenam berbuka puasa dengan seteguk air putih ditambah es itu nikmat yang luar biasa. Jika ada rejeki yang paling disuka hanya es kelapa muda. Nikmat tiada tara.
Selanjutnya makan nasi dan lauk pauk seadanya dan jangan lupa nasi satu magic com harus ada di depan mata. Biar semangat.
7 Ramadhan 1441 H
Masya Allah... bangun dini hari dengan semangat yang bergelora. Entahlah... bahagia datang begitu saja.
Mencuci, memasak nasi sudah dilakukan. Tinggal menuju warteg langganan membeli lauk pauk untuk makan sahur.
Plis... jangan menghujat dengan menyebut seseorang malas masak hanya karena mengunjungi warteg. Sering kali ketika jam belanja tiba dan uang tak ada di tangan. Abaikan. Inshaa Allah ada rejeki ketika tiba saatnya jam makan.
Mungkin terlihat boros bagi yang melihat. Tidak tahukah kalian bagaimana menyelaraskan keinginan dan rejeki yang kita punya.
Tetaplah bersyukur dengan bisa mengunjungi warteg. Tandanya Allah Maha Baik. Diberi waktu bebas untuk tidak memasak. Sekali lagi bukan alasan. Tapi, kenyataan.
Warteg di sini murah meriah. Masakannya lumayan enak. Dengan sepuluh ribu bisa dapat sambal goreng kentang, sayur tahu, gorengan dan kerupuk. Bisa dimakan tiga orang.
Ramadhan sudah memasuki satu minggu. Alhamdulillah... masih diberi kelancaran berpuasa. Tetap semangat ya kalian semua. Jaga kesehatan dan tetap stay at home ya...
8 Ramadhan 1441 H
Hari kedelapan Ramadhan. Kembali kacamata baca saya patah gagangnya. Untung harganya hanya 30 ribu. Alhamdulillah sudah beli lagi. Sepulang dari toko kacamata. “Harganya berapa pak?” saya bertanya harga air mineral yang dijual bapak ojol dekat tukang kaca mata. “Seikhlasnya mbak.” Hati saya mencelos. “Risolnya berapa pak?” saya bertanya ke bapak ojol di sebelahnya. “Lima ribu mbak.” Katanya.
Saya merogoh uang dua puluh ribuan kembalian dari beli kacamata. “Ini berdua ya pak.” Saya ambil satu paket risol dan satu air mineral dengan hati gerimis.
Semoga suatu hari nanti bisa berbagi lebih dari ini. Ini yang mampu saya lakukan saat ini.
Saya banyak belajar dari kalian. Nama yang tak bisa saya sebut satu per satu. Kebaikan yang kalian lakukan menular pada saya.
Terima kasih sahabat penulis, kalian telah banyak melakukan banyak hal. Terutama tentang berbagi. Kamu, kamu dan kamu adalah sahabat saya. Terima kasih atas kebaikan kalian yang menginspirasi saya. Semangat berbagi.
9 Ramadhan 1441 H
9 Ramadhan 1441 H. Masya Allah... sampai juga saya di titik ini. Tak pernah dibayangkan bisa sampai di hari ke sembilan di Ramadhan kali ini.
Sejak pemerintah menetapkan bahwa Bekasi termasuk daerah yang memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar kekhawatiran sangat saya rasakan.
Stress menghampiri hidup saya. Khawatir yang berlebihan membuat saya terpuruk. Apalagi berita yang beredar masih sangat bikin jantung dag dig dug.
Alhamdulillah... saya sekeluarga diberi kesehatan sampai hari ini. Dan bersyukur masih diberi kesempatan puasa sampai di hari ke sembilan. Saya takjub sama diri saya sendiri.
Biasanya saya mudah ngiler pas melihat orang lain makan ini dan itu. Apalagi nonton iklan sirup hihihi... ngeces.
Entah usia yang membuat saya begini atau bukan. Pribadi yang matang dalam belajar memahami bagaimana saya harus menjadi lebih baik setiap harinya.
Terima kasih ya Allah atas kesempatan untuk hamba saat ini. Semoga hamba bisa terus berada di jalanMu yang lurus.
Thank you Ramadhan
10 Ramadhan 1441 H
Wow keren... kata suami, ketika suami sadar saya sudah puasa 10 hari dan tidak ada drama buka puasa. Emak saya pun pasti terperangah bila mengetahuinya.
"Kok bisa?” Tanya suami penasaran. Saya hanya bisa mengangkat kedua bahu. Tanda saya juga tidak paham bagaimana saya bisa melakukannya. "Doanya apa bisa melewatinya?” Tanya suami yang masih saja heran.
“Saya Cuma ingin menjadi anak soleha untuk emak dan bapak saya, bisa jadi istri soleha buat sampeyan, juga bisa jadi ummi soleha buat anak-anak dan terakhir bisa menjadi menantu soleha untuk bapak dan mama.” Itu aja doanya.
Di sudut matanya ada genangan. Hanya sebuah pelukan yang menentramkan.
Sembilan tahun kami berumah tangga belum satu kali pun mertua saya datang menyambangi rumah saya. Inilah yang kerap kali membuat saya berang setiap berselisih dengan suami.
Tak mengapa mereka tak sekali pun datang. Doa telah saya panjatkan. Semoga Ramadhan ini menjadikan saya pribadi menantu yang lebih baik. Aamiin...
11 Ramadhan 1441 H
Suami berangkat kerja pukul 00.30 WIB. Dan seperti biasa pula saya menghabiskan waktu dengan cuci pakaian atau setrika dan masak nasi. Sering kali tetangga beranggapan saya ibu rumah tangga yang malas.
Ya benar sih, lah wong tiap ketemu jam 09.00 WIB saya baru bangun hehehe... saya lebih suka di dalam rumah. Walau Cuma sekedar baca buku. Atau ikutan challenge nulis di media sosial yang jumlah katanya dirasa sanggup. Baca berita lewat portal online, ikutan kuis atau lomba-lomba kecil. Siapa tahu ada rejekinya.
Saya termasuk tim rebahan yang juga jualan online. Jual produk halal intinya. Dari madu, kurma sampai mukena dan teman-temannya juga ada loh!
Saya mah berusaha aja semaksimal yang saya mampu. Lagi bisa nulis buat lomba ya nulis. Jualan banyak orderan pasti saya sibuk ke atm dan kirim paket ke pembeli.
Nomor satu yang nggak boleh dilupain yaitu doa. Minta sama Allah biar dibukain pintu rejekinya dari mana aja.
12 Ramadhan 1441 H
Koyo ngene rasane wong kang nandang kangen
Rino wengi atiku rasane peteng
Tansah kelingan kepingin nyawang
Sedelo wae uwis emoh tenan
Cidro janji tegane kowe ngapusi
Nganti sprene suwene aku ngenteni
Rasanya baru kemarin nyanyi sambil joget diiringi lagu ini di atas meja packing sampai pak mandor geleng-geleng kepala melihat tingkah saya.
Maklum pabrik tempat kami bekerja memang full musik setiap harinya. Salah satu tembang kesayangan kami adalah lagu-lagu Didi Kempot.
Radio, televisi, media sosial ramai memberitakan kematiannya. Lagu-lagu hitsnya kembali diputar.
Jadi, mengenang masa kerja dulu. Kangen saat nyanyi dan joget sesuka hati padahal lagi packing.
Jodoh, rejeki dan umur manusia tak pernah tahu. Manusia di dunia hanya sementara. Beliau wafat ketika di puncak popularitas. Pada akhirnya kita semua akan pulang ketika waktunya tiba.
Duh kok jadi kepikiran kapan giliran saya? Sudah cukupkah bekal untuk pulang? Eh malah kejer nangis ingat bekal belum cukup.
Selamat jalan pakde Didi Kempot.
13 Ramadhan 1441 H
13 Ramadhan 1441 H mulut rasanya pahit. Dibuat makan jadi kurang nikmat. Mau makan lontong sayur yang dikasih tetangga sudah dikuasai anak lanang. Lantas melirik bubur kacang hijau juga telah dikuasai Namiera.
Berbuka puasa dengan sayur nangka, ceker sambal ijo dan goreng bakwan. Ini bukan menunya yang nggak enak di lidah. Dari pagi pun saya sudah menghabiskan waktu buat tidur. Setelah Zuhur saya baru pegang cucian dan setrika baju.
Ingin rasanya kembali tidur. Mengistirahatkan badan dan pikiran agar kembali sehat. Dikerik adalah pilihan terakhir agar bisa setrong keesokan harinya.
Semoga semua baik-baik saja. Berita yang beredar memang membuat pusing tujuh keliling. Butuh asupan berita bahagia.
Berita bahwa pabrik tempat suami hanya beroperasi dua minggu saat Ramadhan.
Sedangkan besok adalah pas dua minggu. Semoga itu tidak terjadi. Aamiin... Doa-doa terus dilangitkan tanpa henti. Air mata rasanya terus mengalir tanpa bisa dihentikan.
Inshaa Allah tetap semangat dan harus semangat apapun yang terjadi.
14 Ramadhan 1441 H
Satu per satu nikmat yang kita miliki mulai kembali ke si pemilikNya. Lidah yang mulai tak ada rasa padahal rasanya makanan di hadapan kita itu sangat nikmat.
Tak bisa lagi menikmati tulisan dengan mata telanjang tanpa bantuan kacamata.
Telinga yang pendengarannya sudah sangat berkurang karena bertambahnya usia dari tahun ke tahun.
Gigi yang mulai tanggal satu per satu juga mengurangi rasa nikmat kita saat makan.
Gula manis tak lagi manis bagi si penderita diabetes. Garam bukan lagi sahabat sayur bagi yang hipertensi. Sayur mayur berdaun hijau kini musuh si asam urat.
Nikmat kita berada di luar rumah juga sedang diambil. PSBB telah ditetapkan untuk menjaga satu sama lain agar semua kembali seperti sediakala.
Allah telah menetapkan nikmat kita yang mana saja saat ini. Mari kita syukuri dan nikmati. Saling menjaga, saling mendoakan satu sama lain. Berpegangan erat walau tanpa bersentuhan.
Tetap semangat di rumah. Inshaa Allah semua akan baik-baik saja.
15 Ramadhan 1441 H
Taraaaa Ramadhan kelimabelas. Bahagia masih diberi kesempatan puasa dan belum kalah. Saya bahagia? Pasti. Karena untuk sampai di titik ini sulit buat saya.
Ramadhan 1441 H saya berdoa agar bisa menjadi pribadi yang lebih baik. Bukan hanya sekedar di mata manusia.
Saya bersyukur bisa memeluk emak saya dengan sepenuh hati. Saya bisa bilang dan meyakinkan emak saya. Bahwa saya tak menginginkan satu sen pun warisan bapak dan emak saya untuk saya.
Hanya ingin emak saya meridhoi langkah saya dan memberikan doa-doa terbaiknya buat saya. Dan saya ingin sekali bisa menjadi anak soleha untuk emak dan bapak saya. Yang kelak bisa menjadi ladang pahala untuk mereka.
Maaf’in Ria ya mak, belum bisa bahagiain emak. Ria Cuma minta sama Allah, biar Allah kasih kesempatan Ria bisa bahagiain emak. Doain Ria ya mak... Terima kasih selalu ada maaf buat Ria.
Mak... semoga keinginan Ria bisa terwujud bisa nabung buat emak pergi umroh. Aamiin..
16 Ramadhan 1441 H
16 Ramadhan 1441 H siang tadi perut terasa penuh dan mual luar biasa. Al hasil muntah hanya air yang rasanya luar biasa pahit.
Di jaman wabah seperti ini saya sangat menghindari untuk pergi ke puskesmas. Dilalahnya saya malah menuju ke pasar dengan rencana mau membatalkan dengan membeli satu porsi gado-gado atau ketoprak makanan favorit sebagai obat mual saya.
Jong. Ketoprak dan gado-gado langganan saya tidak jualan hari ini. Kok jadi halu?
Dengan gontai saya pulang ke rumah dan malah dengan tekad meneruskan puasa saya yang memang belum saya batalkan.
Di jalan pulang saya berdoa “Semoga saya kuat puasa sampai magrib nanti. Aamiin...” Alhamdulillah... sampai juga pada magrib. Waktu yang paling ditunggu umat muslim sedunia. Es kelapa adalah pembuka. Dengan doa agar mulut ini kembali normal.
Dalam hati Cuma bilang “Masya Allah... sampai juga puasa saya di hari keenambelas ini. Perjuangamn yang cukup panjang. Alhamdulillah... bad day bisa jadi happy day.
17 Ramadhan 1441 H
Selama sekolah di rumah paling stress itu kalo acara kirim video hafalan. Namiera yang santai dan umminya yang jadi tim rebahan suka ketiduran jadi ribet.
Hampir dua bulan anak-anak belajar di rumah. Begitu banyak drama setiap harinya. Namiera selalu ingin hasil fotonya itu dia tampak putih. Sedangkan kulit Namiera itu plek ketiplek sama bapaknya yang berwarna kulit hitam.
Namiera akan protes kalo saat umminya kirim foto dia terlihat tidak cantik. Ini bisa bikin geger seisi rumah yang dicemberutin dia sepanjang hari.
Saya mah santai aja. Kalo dia ngambek sepanjang hari aman. Tidak ada pengeluaran uang jajan hihihi... Tetiba ada pengumuman ambil raport hasil PTS kemarin sebelum SFH. Rada kaget saat ibu gurunya bilang dia peringkat lima. Kok bisa ya? Saya berpikir keras. Anak sesantai ini.
Lalu kok saya merasa bersalah karena menyepelekan hasil belajarnya. Hebat ternyata anak satu ini. Prestasi ngambeknya seimbang ternyata dengan prestasi di kelasnya.
Selamat ya Namiera...
18 Ramadhan 1441 H
Namiera sedang tidak berulah. Tapi, kok ya malah ganti shift sama Lalang. Mulai protes karena kuotanya sering kosong sejak SFH. Yaelah... baru emaknya bernafas sedikit lega.
Token listrik juga sudah memberi sinyal dengan suaranya yang nit-nit. Akhirnya emak dengan hati berat mengeluarkan uang kertas yang disayang karena masih cakep buat isi token dan kuota.
Huft... harus cermat dan cerdas mengatur keuangan saat ini. Alhamdulillah... dagangan mah ada aja yang order walau tidak sebanding dengan hari biasanya.
Satu hal yang harus dijaga adalah kewarasan diri. Emak harus smart menyikapi keadaan. Jangan sampai corona pergi tapi kewarasan ikut juga pergi.
Sebisa mungkin stay at home walau gabut melanda jiwa. Maklum... kalo udah rebahan tuh malas buat membuka mata normal. Itu mah merem ye hihihi... Besok katanya SFH terakhir selama Ramadhan ini. Horeeeee... semoga tidak ada drama foto dan kuota lagi.
Slamet Slamet Slamet. Eh, itu mah nama bojoku ding.
Selamat berlibur anak-anak.
19 Ramadhan 1441 H
Andai sabar bisa dibeli pasti saya adalah orang pertama yang ada dalam antrian. Dibilang pelit saat saya tak bisa mengabulkan salah satu keinginan anak.
Dibilang perhitungan saat saya dan suami debat hebat masalah suami minta jatah rokok. Padahal bukan perhitungan. Lah wong buat makan saja kami kurang.
Ketika satu per satu rejeki datang. Kami pun sibuk menyelesaikan hutang riba yang kami punya. Tapi, pandangan orang kami tengah berbahagia karena banyak rejeki.
Saya paham sabar itu tak mempunyai limit batas tertentu. Sebagai manusia biasa kadang sabar itu lenyap begitu saja. Apalagi di saat kita butuh sandaran dan dukungan tapi yang datang justru sindiran dan hujatan.
Melewati ini rasanya separuh semangat yang saya punya luruh. Sungguh menjadi baik itu harus ikhlas. Menerima apa saja yang orang katakan. Dan membiarkan waktu yan
g menjawab.
Di penghujung Ramadhan kali ini semoga keikhlasan menjadi penutup kebaikan dalam diri. Tak luntur saat Ramadhan pergi meninggalkan kita semua.
20 Ramadhan 1441 H
Lagi dan lagi saya harus menjual giwang 0,5 gram yang saya punya esok hari. Memang sudah saya lepas sejak satu minggu lalu buat persiapan jika saatnya tiba.
Giwang yang saya beli saat menang kuis tebak surat di salah satu grup wa. Bersyukur masih ada barang yang bisa diuangkan dan tak perlu berhutang.
Alhamdulillah memiliki anak-anak yang masih bisa diajak kerja sama. Tidak banyak minta ini itu.
Bakso, nasi bungkus dan camilan yang datang silih berganti dari para tetangga menjadi penghangat hati kami.
Alhamdulillah Allah penuhi kekurangan kami dari orang-orang yang menyayangi kami. Tak satu pun saudara yang bertanya bagaimana kabar kami. Tapi, Allah kirimkan orang-orang berhati mulia untuk menggantikan saudara yang tak peduli akan keberadaan kami.
Bukan saudara, jarang bertemu, bahkan hanya bersua di media sosial.
Kami hanya bisa memberikan doa atas kebaikan kalian. Semoga Allah menambah rejeki, diberikan kesehatan dan mengabulkan doa-doa kalian. Terima kasih banyak buat kalian semuanya.
21 Ramadhan 1441 H
Selepas subuh saya terbiasa menghabiskan waktu dengan kembali tidur. Tiba-tiba terdengar suara musik dari speaker aktif. Sumber suara terdengar jelas. Lagu pamer bojo sang maestro sedang dilantunkan para badut ternyata.
Mereka bukan pengamen yang biasa lewat. Tapi, dua badut yang tengah mempertontonkan ketrampilannya. Sepertinya mereka bukan badut pengamen biasa. Atraksinya sangat luwes dan menghibur.
Saya menonton dari teras rumah saya. Hmmm... mereka sepertinya badut panggilan untuk acara ulang tahun. Mereka terlihat piawai saat beraksi.
Di tengah situasi yang serba sulit. Membuat dua badut tadi memilih mencari penghasilan dengan berkeliling.
Andai pemimpin negeri tanggap dengan persoalan bangsa tentu tak akan membuat rakyatnya menjadi sengsara.
Seluruh lapisan terdampak. Tapi, pemimpin seperti tak punya nyali mengeksekusi masalah dengan serius. Portal-portal rumah kami terjaga rapi agar corona segera pergi.
Tapi, pemimpin negeri membuka jalan agar corona damai di hati.
Semoga Allah masih mendengar doa-doa kami. Agar wabah lekas pergi meninggalkan kami.
Tetap semangat Indonesia!!!
22 Ramadhan 1441 H
Bekasi, 14 Mei 2020 menjadi hari bahagia kami. Penantian yang cukup panjang bisa melunasi kredit motor. Semoga ini kredit motor pertama dan terakhir kami.
Masya Allah... rasanya plong sekali tanpa beban hidup ini. Kami terharu sekali akhirnya kami bisa bebas dari riba yang membelenggu kami.
Di angkot berkali-kali saya dan suami mengucap syukur. Alhamdulillah... air mata tanpa terasa terjun bebas. Puji syukur ke khadirat Allah.
Rasanya baru kemarin saya kebingungan harus mencari kemana uang sekitar 5,2 juta untuk membayar denda. Hanya kepada Allah kami memohon kemudahanNya.
Ternyata doa-doa kami dikabulkan Allah. Pihak leasing membebaskan denda dan hanya meminta saya membayar administrasi 100 ribu.
Alhamdulillah... Banyak hikmah dan pelajaran yang bisa kami ambil. Semoga Allah melapangkan rejeki kami setelah terbebas dari riba yang menjerat kami.
Bayangan debt collector yang menelepon, meneror dan mendatangi rumah kontrakan kami. Berkah Ramadhan menurut kami. Terima kasih para sahabat yang telah mendoakan kelancaran saat pengambilan BPKB.
23 Ramadhan 1441 H
23 Ramadhan 1441 H. Entah ini Ramadhan ke berapa kita tak pernah bersua seperti ibu dan anak pada umumnya.
Empat belas tahun telah berlalu. Ummi sudah mulai menua nak... rambut mulai memutih, gigi sudah mulai tanggal, telinga sudah tak lagi baik untuk mendengar. Masihkah dirimu tinggi hati tak menyapa si tua ini?
Sepertiga malam tak pernah absen menyapamu dengan doa-doa dan setumpuk rindu yang ada di laci hati.
Penolakanmu sangat mengiris hati nak... Sejak kita berpisah menemuimu sangat sulit. Seribu satu alasan diberikan agar ummi urung bertemu.
Cukuplah Allah jadi saksi bagaimana si tua ini berusaha menemuimu.
Benarlah adanya diri ini ingin lupa sebentar saja mengingatmu. Tapi, ketika doa untuk anak-anak dipanjatkan terbayang adalah wajahmu.
Lupakah di saat kita lapar bersama nak? Di mana air mata selalu turun bersama. Di saat nona Da Kyung pada jamannya meluluh lantahkan keluarga kita.
Dan kini dia menjadi idolamu menggeser menggantikan si tua ini.
24 Ramadhan 1441 H
Lebaran di depan mata. Seperti biasa keluarga kami tidak pernah bersiap belanja ini dan itu. Anak-anak paling utama pokoknya. Beli satu atau dua potong baju.
Ya... karena kami memang tak pernah membeli baju selain di hari raya.
Namiera ingin sekali pergi ke toko pakaian di dekat pasar. Dia ingin memakai gamis di hari raya. Sayang keuangan kami hanya cukup buat makan sehari-hari. Maka saya tawarkan membeli gamis murah di toko online Lalala.
Dengan tiga puluh ribuan saya pilih gamis untuk ukurannya. Semoga bagus wujud aslinya. Dan dia tidak kecewa.
Menjadi ibu itu paling sulit menolak keinginan anak. Tapi, untuk kebaikan bersama ya harus bisa.
Pengalaman mengajarkan kami banyak hal. Kami pernah kelaparan setelah lebaran. Dan itu sangat menyedihkan. Saya tidak ingin kejadian itu terulang.
Sederhana dan terlihat miskin tak apa asal cukup. Dari pada terlihat kaya tapi sengsara dan menderita. Belajar bersyukur dari pengalaman. Yuk tetap belajar untuk tetap bersyukur.
25 Ramadhan 1441 H
Gara-gara amplop lebaran ini saya jadi sedih dan menangis pas menjelang beduk Magrib. Mana belum mandi. Dan jadi malas mandi.
Amplop titipan tetangga bergambar karakter kartun doraemon yang tidak jadi diambilnya. Padahal sudah titip dan katanya tidak jadi.
Dikata uang saya boleh petik di pohon depan rumah kali ya main tidak jadi saja.
Harganya memang hanya 10 ribu untuk dua bungkus. Tapi, kok saya merasa sia-sia membelikan amplop itu. Dan merasa tidak dihargai jerih payah saya beli amplop itu.
Bisa buat jajan Namiera dan Lalang kan uang 10 ribunya. Kalo saya banyak uang pasti nggak kesel juga. Tinggal isi aja amplop-amplop itu buat lebaran. Pelajaran buat saya sih. Saya kapok dititip lagi.
Maaf sih saya udah maaf’in. Tapi, saya tetap ngenes kalo liat amplop-amplop itu. Besok-besok kalo mau nitip mikir dulu bu.
Semoga Allah kasih rejeki saya berlimpah biar bisa isi amplop-amplop itu untuk kasih ke orang yang membutuhkan. Aamiin...
26 Ramadhan 1441 H
Untuk menjaga kewarasan selama PSBB, saya menekuni hobi baru. Banyaknya teman yang bercocok tanam kok ya pengen. Rapopo toh yo... yang penting ikutan hobi positif bukan yang negatif.
Dengan bercocok tanam ternyata bisa mengurangi tingkat stress yang saya alami. Rasanya tidak sabar setiap sore buat siram tanaman.
Saat orang lain pergi ke toko baju berburu baju lebaran. Saya malah tengah sibuk memilih bibit mana yang harus saya tanam terlebih dahulu.
Pot pertama adalah bekas tempat biskuit. Saya tanam benih cabai terlebih dahulu. Lalu saya membeli pot warna hitam untuk menanam pohon bidara. Dan pot hijau untuk bunga matahari.
Masih ada okra merah, bunga kenikir, telang dan sisa bibit cabai. Rasanya tak sabar ingin segera membeli pot-pot agar bisa secepatnya ditanam.
Teko lungsuran tetangga saya gunakan untuk menyiram pot-pot mungil.
Menunggu hujan tiba. Menyambut matahari terbit adalah kesibukan baru yang bisa menyita banyak waktu. Agar lupa waktu dan pandemik segera berlalu.
27 Ramadhan 1441 H
Ketika orang lain tengah sibuk memberitakan apa yang ada di pasar. Saya hanya bisa tersenyum. Kapan giliran saya bisa bercerita seperti mereka?
Biasanya emak yang sering bercerita bagaimana pasar hari ini. Harga daging yang melonjak tajam. Kelapa dan pete juga ikutan naik daun. Aih... kok jadi kangen cerita emak ya?
Beliaulah yang kadang mengomel saat harga sembako dan sayur mayur beranjak naik. Ah, sekarang saya ada di posisi beliau. Protes di media sosial jika harga cabai dkk gila-gilaan di pasar.
Kangen masa-masa beliau saat mengomel yang tak pandang waktu. Padahal dulu sangat stress mengalami masa-masa kejayaan beliau mengomel.
Alhamdulillah... beliau yang biasanya anteng angkrem di pasar sekarang di rumah aja. Usia beliau yang sudah sepuh memang harus ada di rumah selama pandemi.
Usia boleh sepuh. Emak bukan tim rebahan. Beliau masih terima jasa permak baju-baju tetangga atau langganannya. Sehat terus ya mak... tetap di rumah, semoga dunia segera kembali sehat.
28 Ramadhan 1441 H
Tak ada nastar, biji ketapang, kacang bawang dll sudah biasa dalam keluarga kami. Menyikapi tradisi kue lebaran kami welcome aja. Ada disyukuri nggak ada ya rapopo.
Bersyukur itu menenangkan hati. Apalagi kita tidak lupa berbagi walau dalam kesempitan. Itu lebih dari cukup.
Ada yang berteriak tidak dapat sembako. Misuh-misuh dan nyindir pihak RT. Padahal keesokan harinya ke pasar beli sepeda baru untuk anaknya.
Saya tertegun lama. Rasanya Allah memberi saya lebih dari cukup. Karena di saat Ramadhan datang, doa saya bisa melunasi angsuran motor yang dendanya hingga 5 juta rupiah.
Dan Allah telah mengabulkan doa saya. Pihak leasing membebaskan dendanya. Bagi saya itu rejeki yang sangat besar buat saya.
Tidak terdaftar di bantuan sosial di DKI Inshaa Allah saya ikhlas. Mungkin Allah menukarnya dengan melunasi angsuran motor saya plus dendanya.
Sampai detik ini saya masih takjub akan rejekiNya. Tak disangka dan diduga. Inshaa Allah berkah yang Allah berikan kepada kami.
29 Ramadhan 1441 H
Tak ada nastar, biji ketapang, kacang bawang dll sudah biasa dalam keluarga kami. Menyikapi tradisi kue lebaran kami welcome aja. Ada disyukuri nggak ada ya rapopo.
Bersyukur itu menenangkan hati. Apalagi kita tidak lupa berbagi walau dalam kesempitan. Itu lebih dari cukup.
Ada yang berteriak tidak dapat sembako. Misuh-misuh dan nyindir pihak RT. Padahal keesokan harinya ke pasar beli sepeda baru untuk anaknya.
Saya tertegun lama. Rasanya Allah memberi saya lebih dari cukup. Karena di saat Ramadhan datang, doa saya bisa melunasi angsuran motor yang dendanya hingga 5 juta rupiah.
Dan Allah telah mengabulkan doa saya. Pihak leasing membebaskan dendanya. Bagi saya itu rejeki yang sangat besar buat saya.
Tidak terdaftar di bantuan sosial di DKI Inshaa Allah saya ikhlas. Mungkin Allah menukarnya dengan melunasi angsuran motor saya plus dendanya.
Sampai detik ini saya masih takjub akan rejekiNya. Tak disangka dan diduga. Inshaa Allah berkah yang Allah berikan kepada kami.
30 Ramadhan 1441 H
Ramadhan akan segera meninggalkan kita semua. Semoga di tahun mendatang Allah memberi kita waktu agar bertemu lagi dengan Ramadhan.
Masjid Ijtihad, Bantar Gebang pada 1 Syawal 1441 H mendapat ijin untuk melaksanakan salat Idul Fitri dari Walikota Bekasi dengan berbagai pertimbangan.
Membawa sajadah, menggunakan masker, tidak bersalaman dan mengecek suhu tubuh para jama’ah yang datang.
Tapi, ketua masjid dan sesepuh Bapak H. Rojak menghimbau hanya untuk warga RW 07 dan warga sekitar masjid saja sebaiknya yang salat di Ied di masjid.
Sungguh kami merindukan momen salat Ied yang hanya satu tahun sekali di hari raya Idul Fitri. Semoga Allah menjaga kita yang memilih salat Ied di masjid.
Di rumah saja sudah kami laksanakan dua bulan ini untuk mengisolasi diri. Bukan tak mungkin kami melaksanakan ibadah salat Ied di rumah.
Kami sekeluarga mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1441 H. Mohon maaf lahir dan batin. Lebaran di rumah aja.